Share

Kamis, 27 Juni 2019

SERPIHAN TAKDIR

         Chapt 01: Tertarik
"Slepptts...". Terdengar suara bola yang berhasil masuk ke dalam ring basket.
"Yesss...". Suara riuh sorak suporter pun terdengar ramai. Aku memperhatikan lekat-lekat wajah sang pemain ketika tertawa. Sepertinya dia sangat senang sekali dapat menambah poin. Tak lama kulihat dia beradu tos dengan kedua temannya. Tanpa sadar sudut bibir ku tertarik sedikit ke sisi atas kanan dan kiri  seakan ikut senang melihatnya berhasil mencetak poin.
"Wooyyy...". Seru seseorang mengagetkanku.
"Aaaishhh...kaget gw". Ujar ku sambil mengelus dada.
"Lah... gitu aza kaget. Liat apaan sih?". Tanyanya penasaran sambil mencari hal yang menarik perhatianku.
"Nggak liat apa-apa cuma liat bola yang masuk ring". Jawabku simpel.
"Yeh...aneh. Hahaha". Terdengar tawanya riang.
"Udah beres latihannya?". Tanyaku mengalihkan perhatian.
"Udah... Masih mau disini?". Tanyanya sambil tersenyum cerah.
" Nggak lah ngapain. Ayo pulang, gw laper". Ajakku berdiri lalu berjalan mendahuluinya.
"Hah?.. Bukannya barusan lu dah ngabisin 3 roti? Masih laper?". Tanyanya kaget seraya menyusulku berjalan.
"Rotinya kecil-kecil mana kenyang perut gw". Jawabku nyengir.
"Ealaah dasar perut karet. Hahaha". Tawa kami pun pecah.
                           #----@$&----#
Baby can you feel me
Imagining I'm looking in your eyes
I can see you clearly
Vividly emblazoned in my mind ....
Terdengar alunan merdu suara mariah carey menemani kami yang sedang sibuk menyantap makanan di cafe favorit kami.
" I'd give my all to have
Just one more night with you ". Tak lama terdengar suara merdunya yang ikut menyanyikan lagu Carey.
" I'd risk my life to feel
Your body next to mine
'Cause I can't go on
Living in the memory of our song
I'd give my all for your love tonight ". Aku hanya tersenyum melihat ekspresi wajahnya yang sedang bernyanyi dengan posisi tangan memegang sendok secara terbalik.
"Uhuk uhuk... ". Tiba-tiba dia terbatuk- batuk akibat tersedak ludahnya sendiri.  Tawaku pun pecah seketika melihat kelakuannya. Dia meraih gelas sambil menepuk-nepuk dadanya. Aku  bangkit lalu membantu menepuk pelan punggungnya sembari masih menertawakannya.
" Makanya kalau makan  gak  usah pake nyanyi-nyanyi segala". Omel ku sambil tetap  menepuk-nepuk punggungnya.
" keselek ludah gw.. uhuk-uhuk.. Tega lu malah ngetawain . Uhuk -uhuk". Protesnya terbatuk-batuk.
"Hehehe...Lebay lu ". Aku menoyor kepalanya pelan. Kemudian kembali duduk di tempat dudukku.
"Njiir... Biasa aza kali". Dia mempautkan kedua bibirnya. Lucu... Gumamku dalam hati dan tawaku pun pecah untuk yang kesekian kalinya. Kulihat dia tersenyum melihatku tertawa seperti itu.
" Ris... " Panggilnya.
"Hmmm...". Jawabku sembari menguyah makanan.
" Lu suka cowo shooter tadi?". Selidiknya dengan ekspresi yang dibuat seserius mungkin.
"Shooter???". Tanyaku  bingung sambil memasang ekspresi tak mengerti.
"Itu loh cowok yang tadi masukin bola". Jelasnya seraya menatapku tajam.
"Hah?... Nggak lah. Kenal aza nggak". Jawabku sambil menyuapkan makanan terkahirku.
" Bohong". Ujarnya seraya memicingkan kedua matanya  yang bulat.
" Ngapain bohong. Kenyataan nya gitu". Jawabku singkat.
"Bohong". Ujarnya lagi.
"Sapa?". Timpalku.
"Lu". Jawabnya.
"Gw? Bohong apanya?". Tanyaku bingung.
" Jujur aza kalau lu suka cowok itu, cakep kok. Gw dukung 1000%". Ujarnya memaksa.
" Apaan sih. Gw g suka Reil…Mmmm… mungkin cuma sedikit tertarik". Sangkalku tak yakin.
" Waahh... Sumpeh lu?? Keajaiban banget seorang El  merasa tertarik sama cowok. Fantastik. Bener-bener miracle ". Ucapnya riang dengan memasang ekspresi takjub.
"Sedikit". Tegasku.
"Mau banyak juga boleh. Gw dukung". Semangatnya seraya memperlihatkan senyum manisnya.
" Gak jelas lu". Timpalku seraya menyeruput jus mangga  kesukaanku. Terdengar tawanya pecah melihat tanggapanku.
" Jujur... Gw selalu penasaran tentang satu hal". Ungkapnya.
" Apa?". Tanyaku penasaran.
“  Gw selalu penasaran tentang cowo yang kelak bakal menangin hati lu. Gw selalu penasaran kira-kira cowok seperti apa yang bisa bikin hati lu leleh. Cowok seperti apa yang bisa bikin lu keluar dari diri lu. Cowok seperti apa yang bisa bikin lu berontak. Dan cowok seperti apa yang bisa bikin lu terus tersenyum tanpa beban”.  Ujarnya panjang lebar seraya memainkan bibir bawahnya dengan jari telunjuknya.
“Apa mungkiiin… Cowok yang jadi  shooter tadi?”. Candanya sambil terkekeh .
“ Ngarang lu. Dah gw bilang gw g kenal dia”. Tegas ku mencoba menyadarkannya.
“ Tapi lu tertarik sama dia”. Timpalnya bersemangat.
“  Tertarik bukan berarti suka kan”. Ujarku dengan senyum sinis.
“ Nah… Senyum itu yang gw gak suka dari lu. Kapan lu mau punya gebetan low muka lu selalu masang senyum devil kek gitu. Ngeri gw”. Ungkapnya sambil mengangkat kedua bahunya bergidik.
“ It’s me”. Ucapku singkat.
“ huhhh… terserah deh”.  Jawabnya pasrah sambil menghela nafas.
“ Jadi gimana latihan lu? Lancar?”. Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“ Bisa dibilang lancer. Cuma ada beberapa gerakan yang belum begitu gw kuasai. Coba lu yang…”.
“Balik yuk”. Ajakku memotong perkataanya.
“El…”. Panggilnya dengan wajah memelas.
“ don’t say anything about it. You promised”. Tegasku melarangnya mengungkit hal yang tidak ingin aku ingat.
“ Ok… as your wish”. Timpalnya seraya menyematnya senyum terpaksanya. Dia jelas tahu kalau aku sama sekali tidak ingin membicarakan hal tersebut.
“Pulang”. Ajakku seraya berdiri dari tempat duduk ku.
“ Let’s go beib”. Jawabnya menyambar lengan kanan ku. Kami pun tersenyum lalu meninggalkan kafe tersebut.
                           #----@$&----#
Cowo seperti apa yang bisa bikin hati lu leleh. Cowok seperti apa yang bisa bikin lu keluar dari diri lu. Cowok seperti apa yang bisa bikin lu berontak. Dan cowok seperti apa yang bisa bikin lu terus tersenyum tanpa beban
Kata-katanya terus terngiang- ngiang ditelingaku. Bagai sebuah mantra yang membuat pikiranku melayang, melayang tanpa beban, tanpa arah tujuan dan tanpa sadar membawaku membayangan wajah laki-laki itu kembali.  Bayangan wajahnya yang tertawa riang. Tawa yang membuatku iri sekaligus kagum. Tawa.. yang tanpa sadar  bisa membuatku tersenyum. Siapa dia sebenarnya?  Gumamku penasaran.
“Cekleeek”. Suara pintu menyadarkanku.
“ Maaf nona… saya sudah berkali-kali mengetuk pintu tapi nona tidak menjawab”. Jelasnya gemetar.
“ Ada apa?”. Tanyaku seraya bangkit dari posisi tidurku.
“ Aaanu nona…Tuan besar memanggil anda”. Jawabnya hati-hati. Memanggilku? Tanyaku dalam hati. Aahh.. aku  ingat, tadi sore dia memintaku menemuinya selesai makan malam. Karena mag ku kambuh, malam ini aku melewatkan makan malam bersamanya dan hanya memakan buah.
“ Baik”. Balasku singkat. Akupun berdiri dan merapihkan penampilanku lalu pergi menuju ruang kerja orang itu.
“ Tok tok tok”. Aku pengetuk pintu kayu besar berukiran dua buah naga yang saling berhadapan di depanku.
“ Masuklah...”. Terdengar suara berat orang itu yang menyuruhku masuk. Klek Kulihat dia sedang merapihkan file-file yang ada diatas mejanya. Aku berjalan mendekatinya lalu berdiri di depannya.
“ Duduklah”. Perintahnya tegas seraya membuka kacamata bacanya. Terlihat bekas penyangga kacamata tercetak di atas hidungmya.  Aku pun duduk berhadapan dengannya.
“Ada apa?”. Tanyaku langsung tanpa basa basi.
“ Bagaimana dengan lambungmu. Aku dengar kau sakit sampai harus melewatkan makan malammu”. Selidiknya.
“Baik. Hanya saja aku lupa meminum obatku”. Jawabku singkat.
“Heh… Apa kau masih belum bisa menjaga dirimu sendiri sampai-sampai tubuh lemahmu sakit lagi?”. Omelnya setengah menghina.
“ Aku hanya lupa meminum obat ku. Kegiatan perkuliahanku padat hari ini”. Jelasku.
“ Benarkah? Sepadat itukah jadwal kuliahmu sampai kau harus pergi makan disembarang tempat seperti itu?”. Tanyanya dengan nada tinggi. Aku hanya terdiam. Mungkin memang benar perkataannya aku belum bisa menjaga diriku sendiri. Lebih tepatnnya … aku tidak peduli dengan diriku sendiri.
“ Satu gelas orange jus, satu gelas jus mangga dan satu porsi bakso level 5. Apa kau gilaaa? Kau ingin bunuh diri?”. Terdengar suaranya semakin meninggi dengan tatapannya yang tajam kearahku.
“Kau kira aku tak mampu mengawasimu di luar rumah? Kau kira dapat melakukan sesukamu diluaran sana?”. Betaknya dengan tatapan sangar seraya melangkah kedepanku. Aku hanya terdiam sambil menundukan pandanganku.
“ Dengar…”.  Ucapnya seraya mengangkat pelan daguku.
“Aku akan tetap mengawasimu dimanapun kau berada. Jangan pernah bermimpi kau akan hidup semaumu . Kau harus hidup sesuai kemauanku. Kau harus hidup sesuai perintahku. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. TIDAK AKAN. MENGERTI?”. Lanjutnya geram.
“YA”. Jawabku singkat seraya menahan amarahku.
“ Baguslah… Aku harap kau tidak akan  pernah mengulangi kesalahanmu hari ini. Kau harus tetap ingat Kau adalah seorang ELDEVO. Dan dikeluarga ini tidak ada satupun yang bertubuh lemah. Kaauu … harus bisa MENJAGA KESEHATANMU. Kau adalah aset keluarga ini. Kau harus kuat , kau harus tetap hidup bahkan jiga kau ingin mati sekalipun kau harus tetap hidup dengan sehat”. Ungkapnya tegas sambil kembali duduk di tempatnya semula. Aku benar-benar muak mendengarnya.
“ Istirahatlah. Aku harap besok pagi kau tidak melewatkan sarapanmu”. Aku pun bangkit seraya berbalik dari hadapannya.
“Ohya… kau tau kan aku tidak pernah memaafkan satu kesalahan pun?”. Deg  Ucapannya berhasil membuat langkahku terhenti dan membuatku berhadapan lagi  dengannya .Aku harap dia tidak melakukan sesuatu yang aku takutkan kepada dia.
“ Owh!!! Ayolah…jangan memasang wajah serius seperti itu. Aku hanya sedikit memberinya hukuman atas keteledorannya hari ini”.  Shiittt Aku pun segera berlari keluar dari ruangan terkutuk itu. Bodoh aku mengutuk diriku sendiri. Kenapa aku sampai lupa meminum obatku? Kenapa aku memaksanya makan di tempat itu ? Andai dia tidak memenuhi permintaanku, Andai aku tidak lupa dengan obatku, mungkin  orang itu tidak akan berani menyentuhnya. Aku berlari menuju kamarnya seraya  berdo’a semoga dia baik-baik saja. Semoga orang itu tidak melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Dia satu–satu nya temanku Reila Anastasya.
“Reil…”. Panggilku seraya membuka pintu kamarnya. Kulihat dia terduduk di sudut kamarnya yang gelap.
“El…”. Panggilnya lemah.
“Reil… lu gak apa-apakan?”. Tanyaku seraya menghampirinya. Samar-samar Kulihat  bibirnya tersenyum.
“ Bohooong…”. Tangisku pun pecah ketika kulihat dua baris luka lebam di pergelangan tangannya.
“I’am fine El… I’am fine”. Ucapnya terisak.
“ Maaf… Maaf…Maaf”. Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan. Dia pun meraihku kedalam pelukannya untuk menenangkanku. Tangannya megusap-ngusap lembut rambutku. Terdengar suara isakan kami saling bersautan. Aku ingin sekali membalas pelukannya namun aku  tidak berani. Aku terlalu takut untuk mengetahui seberapa banyak luka yang orang itu berikan kepadanya, aku terlalu takut… aku takut  akan menambah sakit lukanya kalau aku memeluknya. Aku hanya bisa menangis sambil mengepalkan erat kedua tanganku.   Semua ini salahku… ini salahku. Maafkan aku Reil.
                           #----@$&----#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar